Cerita Pendek Islami
Siti
Masyitoh
“Apa, di dalam kerajaanku sendiri
ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar
cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu
hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu
terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah
keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.
“Baru saja aku menerima laporan dari
Hamman, mentriku, bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini
pelayanku sendiri ada yang berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar
si Masyitoh itu,” umpat Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah
Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang.
Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa
menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah
memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah
yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu
sekeluarga akan saya bunuh,” bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama
Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu
tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat sikap Masyitoh yang tetap
teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan kepada para pengawalnya agar
menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
Mendengar kalimat terakhir yang
diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang
dikhawatirkannya dengan dirinya, suami, dan anak-anaknya yang lain, selain anak
bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil
dalam gendongannya. “Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya
yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada
hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti
Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah
terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air
dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita
shalihah bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun
dihadapkan pada bahaya yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.
Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari
Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma
wangi yang berasal dari sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya
baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita
shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.
Comments
Post a Comment